Centhini
Si abdi Tambangraras
Di balik sekat berkerawang, Centhini menangkap desah Amongraga dan engah Tambangraras, bulir-bulir peluh di tubuh mereka yang membara dan memenuhi kamar, tempias gerimis. Centhini berjaga, sebab ia ditugasi untuk mengabarkan koyaknya selaput dara agar segera disiapkan jamu godogan kembang curian.
(tembang 71)
Centhini tak meninggalkan selangkah pun tuannya, ia berjalan di sisinya sambil keras-keras menyanyikan lagu-lagu jorok untuk memberi penampilan ugal-ugalan. Dan ketika Tambangraras melepas ikat kepalanya dalam gerakan gasang, memperlihatkan rambut wanitanya, Centhini segera mengaitkannya kembali sambil mengomeli tuannya dengan suara kasar:
"Sadar diri, Tuan Putra! Ketahuilah bahwa di dunia terbalik ini pria adalah wanita dan wanita adalah pria! Berjalanlah dengan gaya jantan, kunyahlah tembakau apak dan rabalah di sana-sini buah zakarmu agar kelihatan sungguh-sungguhan!"
Centhini mengata-ngatai tuan putrinya demi lebih melindunginya, sebab dua perempuan tidak mungkin bisa berkelana sendiri lebih dari satu hari di dunia duniawi ini tanpa dipusingkan pezina yang panjang kontolnya dan pendek pandangannya.
(tembang 139)
Dalam riang pertemuan, Montel si pelayan, menikahi Centhini si abdi. Tetapi di malam pengantin, Centhini sirna. Ketiga pujangga sendiri juga heran tak menemukannya lagi di tembang mereka. Konon untuk menghormati sirnanyalah masyarakat Jawa memberi Suluk adihulung nama si abdi: Centhini.
(Tembang 144)
Kamis, 17 Juli 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar