Kamis, 17 Juli 2008

Tokoh-tokoh dalam cerita Centhini (Tambangraras)

Tambangraras
Istri Amongraga

Ki Panurta memang mempunyai seorang putri yang tersohor kecantikannya, kemahirannya tentang ilmu-ilmu mujarad serta bakatnya bersyair. Wajahnya laksana rembulan tirta bersinar dari dalam karena kecerdasannya yang sedemikian hidup telah menyulap matanya menjadi dua kejora dan bibirnya bagaikan arit perak di ladang langit hijau. Tangannya tembus cahaya langka, serupa sayap malaikat ketujuh, dan tentang tubuhnya yang selalu terselubung kata orang tiada terhingga.

Ia menjadi buah mulut seluruh negeri dan digandrungi semua bujang. Banyak yang ke Wanamarta melamarnya. Gagal. Gadis itu telah bersumpah hanya akan menikahi pria yang ilmunya mengungguli ilmu ayahnya. Tambangraraslah namanya."

(Tembang 62)


Tambangraras berbaring ke ranjang madunya yang hiasannya di angin dingin masih menghembuskan wangi asmara, ia bergulung di selimut kelamnya dan mimpi. Amongraga masuk ke kamar, bertelanjang dan duduk bijaksana dalam padma merahnya. Lama mereka diam begitu, berpelukan, waspada dan pasrah satu dalam lainnya.

Hujan hangat turun malam itu bagai air mendidih dituang atas daun-daun teh kering yang segera membebaskan harum wangi pegunungan di kerongkongan. Bunyi hujan menarik Tambangraras dari lelapnya, di pekarangan seseorang menumbuk padi. Butir-butir padi berhujanan di lumpang, alu menumbuk mimpi.

Tambangraras duduk di ranjang dan menangis. Isaknya membangunkan Centhini yang lalu ia ceritai mimpinya.

"Mimpi adalah kembang kehidupan ke depan, jadi jangan sedih, Tuan Putri, itu tanda bahwa Amongraga tidak mati. Keringkan air mata Tuan dan cepat berpakaianlah, kita berangkat malam ini mencarinya!"

Centhini menyodorkan seperangkat pakaian lelaki ke Tambangraras, celana panjang kuning berpelipit, sabuk katun tebal, baju hijau berleher tinggi, juga ikat kepala triwarna.

Centhini berpakaian sama: "Mari, kita masuk ke pengembaraan mumpung malam masih dalam!"

Tambangraras cepat berganti pakaian, tak dapat dikenali lagi, seperti pujangga kelana, bebas dan gandrung. Ia menyusun sebuah surat pendek untuk berpamitan kepada orang tuanya: Ayah Ibu tercinta, aku meninggalkan rumah dan masuk ke pengembaraan seperti masuk ke tapa brata, agar semua ajaran almarhum suamiku merasuk ke tubuh dan hatiku di setiap langkahku nan penuh bahaya. Ia meletakkan surat itu di tempat terlihat di atas bantal, di samping rukuhnya.

Tambangraras memulai perjalanannya hanya dengan diterangi sinar rembulan. Ia pergi di hari senin, tanggal 14 bulan Rajab, bersama abdinya Centhini, dan hanya membawa kantong uang dan satu sisir, dan tembang ini di bibir:

Air pasang dari hulu
Hujan lebat pulang menambak
Matahariku pergi dahulu
Kususul bagai awan tergerak.

(Tembang 136)

Tidak ada komentar: