Kamis, 17 Juli 2008

Tokoh-tokoh dalam kisah Centhini (Sunan Giri)

Sunan Giri

Tahun-tahun berlalu di dunia ini dan di dunia sana. Di istana yang ia dirikan di atas gunung, Sunan Giri bertambah umur, bertambah masyhur. Semua ulama dari Jawa, Sunda, negeri Bugis hingga pulau-pulau yang jauh seperti Ambon dan Ternate, datang sujud di kakinya. Sunan Giri menerima penghormatan ini dan menunjuk para pengganti mereka. Orang menyebutnya sebagai Khalifatullah dan daerah kekuasaannya sebagai Negeri Islam Jawa.

Tapi telah ditakdirkan bahwa perang merupakan ujian seumur hidup. Dan agar tidak menyimpang dari suratan kayangan itu, Raja Brawijaya dari kerajaan Siwa-Budha Majapahit menitahkan patihnya, Gajah Mada, untuk menundukkan Kekhalifahan Jawa.

Serangan dilancarkan ketika Sunan Giri sedang sibuk menyalin ayat-ayat Quran menggunakan kuas. Mendengar jeritan rakyatnya yang berbondong-bondong ketakukan naik mengungsi ke istana, sang Sunan melemparkan jauh-jauh kuasnya, memohon perlindungan Allah.

Dan kuas itu berubah menjadi keris yang menyinarkan kemurkaan Ilahi, matanya yang berkeluk bernyalakan api neraka. Banyak penyerang mati seketika, tergorok, hangus, sedangkan sisanya melarikan diri pulang ke Majapahit. Ketika semua pasukan musuh telah dihancurkan, keris itu kembali menjadi kuas di tangan Sunan Giri. Bulunya bersimbah darah.

Tidak lama kemudian, Sunan Giri pulang ke rahmatullah. Sulung dari kesepuluh putranya menggantikannya dan wafat serta merta. Cucunya, Sunan Giri Prapen, meneruskan tugasnya yang agung. Mendengar orang yang telah mengalahkannya hanya dengan sebatang kuas telah mati, Raja Majapahit melancarkan serangan terakhirnya ke khalifah Jawa. Di serbuan pertama, Giri dijarah dan dihancurkan menjadi abu.

Sunan Giri muda melarikan diri ke arah laut saat prajurit Majapahit naik ke puncak bukit menodai makam leluhurnya yang tersohor. Mereka memerintahkan juru kuncinya, dua orang lumpuh, menggali kembali kuburan itu.

Saat kedua orang cacat itu mengangkat nisan, ribuan kumbang terbang menyerang, meluru para prajurit hingga Majapahit dan membentuk tudung malam tebal di langit, merampas matahari dari kerajaan ini selamanya.

Juru kunci makam raja secara gaib sembuh dari lumpuh serta merta menghambur ke laut menyampaikan kabar terpukulnya Majapahit kepada junjungannya. Sunan Giri kembali ke kerajaan abunya di saat Majapahit runtuh, kehabisan nafas karena lebah-lebah ajaib dan pembelotan putra rajanya sendiri yang kini masuk ke jalan Allah.

Musnah sudah kerajaan hebat yang telah membuat Tanah Jawa menjadi surya Siwa-Budha, yang keemasannya menyinari seluruh Nusantara hingga Siam dan Campa.

Namun, di suatu malam gadang, saat Sunan Giri ziarah di kalbunya bersama Asma’ul Husnâ, cemlorot kebiruan jatuh ke arah beringin barat halaman keputren, menyampaikan kepadanya bahwa kelak akan datang gilirannya ditundukkan oleh seorang raja agung yang lahir di Jawa Tengah, di kerajaan pertanian Mataram, bahwa putra-putranya akan terberai mengembara, saling mencari satu dan lainnya dan mengejar rahasia dirinya sendiri, dan bahwa pengembaraan ini suatu hari nanti akan ditembangkan Suluk terbesar Tanah Jawa.

(Tembang 5)

Tidak ada komentar: